Contoh Cerpen
Cinta Kasih Terpendam
Cerpen: Singgih Swasono
September 2011, satu minggu selepas lebaran aku datang ke kotaini, setelah lima tahun aku tinggalkan jejak tapak di suatu desa di kaki lereng Gunung Slamet. Ternyata disanaaku temukan jejak tapak kau saat berjihad seorang diri mempertahankan harga diri dari kebiadaban tiga manusia bernafsu bejad. Dalam mempertahankan kesucian diri kau kembali pada pangkuan Illahi.
…………………………..
Di hari pertama, selepas meeting yang melelahkan. Malam itu aku melangkah keluar dari lobby hotel mengarah ke samping belakang, ke caffe taman, menikmati malam pertama di kotaini setelah lima tahun aku tinggalkan. Aku bisa datang lagi ke kotaini, ada tugas kerja. Kesempatan diwaktu sela untuk membuka kembali kenangan yang akan kugali. Aku berencana, besok siang menjelang sore ingin menyambangi desa Limpakuwus, setelah tugas selesai.
Sambil berjalan ke samping hotel ke arah tenda payung bundar di bawah pohon besar, saat mendekat aku terkejut menyaksikan sosok perempuan berbaju putih duduk sendirian di bawah remang lampu. Ia seperti sedang menunggu seseorang.
Wajah sosok itu sepertinya tidak asing bagiku. Ingatanku melayang ke masa lima tahun lalu. Kenangan akan keramahan dan kecantikan gadis kembang desa. Sering aku terbawa dan menghadirkannya dalam mimpi. Satu wajah eksotis. Tapi entah di mana dia sekarang?
Dalam keraguan ingin menegur ketika melewati sisi tempat ia duduk, terdengar suara yang tak kulupakan memanggil “Mas.., masih ingat sama aku, apa kabar lama sekali tak bertemu, kapan datang?”, Keremangan malam menghadirkan perempuan dengan wajah eksotik berambut panjang hingga sepinggang.
“Ita…kamukah itu…apa kabar? Ya lama sekali. Aku baru tadi pagi chek in di hotel ini. Ada meeting” jawabku kaget dengan rasa jantung berdegub keras sambil mengulurkan tangan. Terasa dingin digenggamanku. Aku menatap langit biru menghampar, beribu bintang tanpa bulan. Kulepaskan jabatan tangannya, melangkah mengarah ke kursi didepannya.
Aku duduk mengeluarkan rokok dan menyalakan lilin di tengah meja budar. Kutatap mata bening dalam helaan napas panjang, kulihat kau hanya mengangguk, menatap sahdu disaat nyala api pada lilin di tengah malam bergoyang. Desah nafas panjang semerbak harum terpancar darimu. Bunga mawar merah dalam pot kecil menemani duduk disebuah café.
kulihat pelayan caffe lewat, aku panggil, pesan kopi, lemon tea dan makanan kecil. Sesaat pelayan kafe pergi aku tatap matamu penuh tanda Tanya. Hanya saling pandang dalam kebisuan malam yang dingin samar tercium wewangi bunga melati “Ita…sedang menunggu siapa? sudah lama kau disini? Boleh tahu dengan siapa?” pertanyaan dengan berbagai lintasan piker. Ya…tidak menyangka dan menduga akan bertemu gadis eksotis duduk sendiri di sini.
Pikiranku melayang mengingatkan gadis manis kembang desa di lereng gunung Slamet. Teringat aku waktu kuliah kerja nyata. Dia anak kedua dari tiga bersaudara. Anak Kades. Saat itu dia kelas dua SMA. Setiap Jumat dan Minggu sore mengaji di Musholla samping rumah pos KKN bersama-sama gadis-gadis kampong lainnya. Aku sering curi-curi pandang melihat wajahmu dibalik kerudung.
Kenapa sekarang di sini, sedang apa, dengan siapa? Beribu tanda tanya berkecamuk dalam pikiranku?
“Ita di sini sendiri. Mas sedang apa disini” tanyanya sambil memainkan gelas lemon tea, mengagetkan lamunan dan menyadarkan akan tatapan kerinduan padanya yang telah sekian tahun hilang dimakan perjalanan waktu.
Tergagap aku menjawabnya “aku…eh, aku menemani rekanan dariJakarta, itu mereka ada di dalam lagi dugem”
Aah teguran itu. Aku ingat terus saat aku menunggu kamu pulang sekolah lewat jembatan. Kamu menegur aku “mas, sedang apa di sini?” demikian selalu tanyamu. Pertanyaan yang membuat aku salah tingkah walau jujur sebenarnya memang sengaja menanti dirimu. Mencari-cari alasan dengan nada gagap. Engkau tersenyum menanggapi jawabanku. Sebagai pelarian dari gelisah, amta memandang ke bawah, melihat orang-orang yang tengah mencari ikan.
Sekarang kamu hadir disini berpakaian serba putih, baju lengan panjang, terlihat jari lentikmu dan wajah yang tak pernah aku lupakan: wajah eksotis. Tapi kenapa ada di sini? Lamunanku terhenti saat pelayan caffe mengantar kopi dan penganan kecil datang.
“Apa kabar ibu-bapak di kampung? Sehat?” pertanyaan terlontar sambil mengambil cangkir kopi, mencairkan kebekuan, mencoba mengalirkan percakapan tentang masa-masa tinggal di desa.
Aku ceritakan tentang diriku. Setelah lulus kuliah langsung bekerja. Kusampaikan keinginanku mencari gadis pendamping dari desa. Sedikit pertanyaan pancingan “Ita masih ingat saat berdiri disamping jembatan sungai itu, sambil senyum dan melambaikan tangan, saat aku pulang berombongan selesai KKN, aku menyesal tidak menemuimu saat itu untuk pamitan, gadis itu sekarang kuliah dimana sekarang oya…masih sendiri tidak yaa…?” candaku ragu.
Kulihat Ita menunduk dengan raut wajah tanpa ekspresi. Hanya gelengan kecil dan senyum sebagai jawabannya. Ia tertawa kecil. Terdengar menghanyutkan menyimpan misteri.
“Boleh aku tahu no hp Ita…?” tanyaku sambil memandang bibir yang basah tanpa lapisan lisptik.
“Tidak ada. HP sudah hilang,” jawabnya singkat.
Aku melanjutkan cerita. Tentang keinginan dan penyesalan keinginan bersilahturahim yang belum bisa terlaksana hingga saat ini. Penyesalan bahwa lantaran HP-ku hilang empat tahun lalu yang menyebabkan seluruh nomor kontak terhapus.
“Mas, dijembatan itu aku …, aku merasakan ah…..ada rasa ketakutan atau entah apa. Sulit aku ungkapkan. Sekarang aku bisa bertemu mas, tenang rasanya…” tanpa meneruskan kalimatnya ia menatapku. Tatapan mata yang membuat hatiku bergetar. Tanpa sadar menggerakkan tanganku memegang tanganya. Kutatap matanya ada butiran halus turun di matamu mengiringi kebisuan malam dengan irama gemerisik dedaunan dan lamat-lamat aroma mewangi bunga melati yang tercium.
“Ya, aku selalu ingat kalau musim kemarau indah sekali airnya jernih. Menakutkan bila musim hujan tiba…boleh tahu kenapa Ita ada disini….?” Helaan nafas menangkap wewangian bunga melati
“Ceritanya panjang mas…” jawabnya sepintas.
Kulihat tatapan matamu merah, langsung kau terpekur menunduk, serasa angin berhenti berhembus dan hawa udara dingin sekali, bulu kudukku berdiri, merinding. Hpku berdering.
Rekanku sudah menunggu di lobby Discoutiq. Aku pamit menemui mereka “Ita, aku tinggal sebentar, ya. Jangan pergi dulu”
kulihat Ita hanya mengangguk. Saat aku kembali bersama rekananku, kamu sudah tidak ada. Aaku baru tersadar saat itu waktu telah menunjukkan pukul 01.00 Wib. Diluar hanya angin semilir dingin menggoyang dedaunan. Kemana pergimu?
* * *
Aku tidak bisa tidur. Masih tersimpan berbagai pertanyaan dalam hati setelah pertemuan tadi. Masih banyak sekali yang harus aku ketahui. Sebenarnya ingin aku ungkapkan perasaan yang terpendam, tiada kata bisa terucap. Lagi-lagi aku membuang kesempatan saat bertemu dengannya.
Setelah acara perpisahan di Balai Desa selesai kami berombongan pulang. Pada perjalanan mendekati jembatan mengarah ke luar desa. kulihat Ita berdiri disamping jembatan tinggalan jaman Belanda. Ia masih mengenakan seragam sekolahnya. Ia melambaikan tangan. Di bawah jembatan mengalir air yang jernih mengalir diantara batu gunung dan padas keras. Ia tersenyum dan melambaikan tangan. Aku hanya menatap menyesali tidak sempat pamit. Ingin rasanya saat itu turun dari mobil, tapi aku berpikir kelak pasti ada kesempatan untuk bertemu dengannya lagi. Masihkah dia sendiri? terdengar dering HP nyaring, aku terbangun ah…kenangan terakhir jumpa dengan Ita sering terbawa mimpi hampir tiga tahun ini berjalan.
Rapat dan presentasi dari rekanan siang ini tidak ada yang menarik. Selesai makan siang aku melangkah ke arah caffe di samping belakang hotel. Terbawa oleh rasa penasaran tadi malam, aku menemui pengurus caffe & discoutiq “Mas, boleh tahu tadi malam saya duduk diluar sana dengan seorang perempuan, namanya Laksita panggilannya Ita. Apa dia kerja disini atau ia tamu juga?” kulihat wajah mereka kebingungan mendengar pertanyaanku.
“Maaf mas, tidak ada nama itu yang bekerja di Caffe ini. Coba saja tanya ke bagian Adm. Hotel. Di sana ada nama foto-foto karyawan lengkap, tapi tadi malam saya lihat… coba tanya di sana.” sambil tangannya menunjuk ke arah ruang di dalam Hotel. Aku menuju ke tempat yang ditunjukkannya, bertemu dengan petugas di sana, dan dari foto-foto para karyawan tak kulihat wajah Ita.
Aku kembali ke kamar hotel. Aku merenung serasa tidak percaya bila Ita malam-malam keluar sendiri. Tujuh tahun lalu aku dengar dia akan mewakili lomba tilawatil Al Qur’an tingkat Kabupaten.
Aku putuskan siang menjelang sore ini aku sambangi desanya, mencarter taksi. dalam perjalanan melewati tanah pertanian dan perkebunan masih asri seperti lima tahun yang lalu.
Tak terasa aku telah sampai dekat jembatan besar penghubung desa “Pak…jalannya pelan-pelan diatas jembatan” pintaku pada pak sopir taksi.
Aku perhatikan batu-batu besar dan air jernih mengalir dengan tenangnya di musim kemarau ini. “Subhanallah…” seruku tanpa sadar terlihat keajaiban di bawah sana “Pak berhenti sebentar lihat itu banyak sekali capung beterbangan dibawah sana”
“Mas…biasa di sini kalau musim kemarau banyak sekali capung” jelas sopir taksi.
Aku mendengar tapi tidak mengindahkannya. Rrasa batinku mengatakan ada sesuatu pesan misterius yang susah untuk dijelaskan.
Keindahan sungai ini akan sirna bila musim hujan. Tiba-tiba bisa terdengar suara gemuruh air pekat coklat bergulung dari hilir bak suara pesawat terbang. Itulah dampak dari penggundulan hutan di atas bukit sana. Atas nama perkebunan, mengatasnamakan kesejahteraan rakyat pinggiran hutan, pohon-pohon di atas bukit dibabat habis. Dampaknya sering terjadi bukit longsor.
Waktu itu cukup sulit aku meyakinkan masyarakat untuk menanam kembali tanaman keras dengan tumpang sari tanaman sayur mayur. Akhirnya aku berhasil juga dan masyarakat mau bergotong royong menanam kembali tanaman keras untuk mengatasi erosi. Sekarang aku lihat bukit lereng gunung Slamet lebih rimbun dan hijau. Aku tersenyum sendiri mengingat tapak tinggalanku di atas sana telah membawa hasil.
“Pak…berhenti didepan sana yaa…rumah pak Kades, stop pak… Ayo Pak, ikut turun masuk, tidak apa-apa saya hanya silahturahim saja?” pintaku pada Pak sopir taksi.
Kulihat Pak Kades sedang duduk di teras depan bersama para tamu. Setelah uluk salam bersalam-salaman ternyata mereka belum lupa denganku. Sambil berbagi kabar keluarga dan bincang-bincang tentang perkembangan keadaan desa ini, di depanku tersaji berbagai macam makanan kecil. Tidak lupa secangkir kopi.
“Maaf saya mengganggu. Kelihatanya seperti mau ada acara?”
Kulihat Pak Kades menundukkan kepala demikian para tamu/tetangga yang sedang duduk diteras “Nak…apa belum dengar, tiga tahun yang lalu sempat jadi berita Laksita dibunuh diperkosa oleh ….ah lupakan saja” Pak Kades tidak meneruskan ceritanya.
Aku terbelalak antara percaya dan tidak “maaf Pak saya tidak tahu waktu itu di luar pulau Jawa di pedalaman. Saya tidak pernah mendengar berita itu.” sambil aku mendesah serasa dada sesak
“Benar nak, ceritanya panjang” timpal Bu Kades sambil meneteskan air mata.
Kulihat satu persatu para tetangga saling berebut bicara menguatkan kebenarannya. Mendengar ini rasa raga serasa dilolori sendi-sendinya “Innalillahi wa inna illaihi rojiun”
Aah…jadi? tidak terasa aku meneteskan air mata. Hampir aku bercerita tentang pertemuanku dengan Ita tadi malam pada mereka. Tapi kuurungkan.
Kulihat bu Kades berdiri “sebentar yaa nak…” aku menggangguk.
Beliau masuk dan keluar membawa kertas. “Nak…malam kejadian kulihat diatas meja belajarnya ada tulisan ini…” Bu Kades sambil menyodorkan selembar kertas, sambungnya “Maaf yaa…nak, Ibu pernah mimpi bertemu nak Ita menyuruh tulisan ini diserahkan padamu,”
Bu Kades sesegukan kembali lalu pamit masuk kedalam ruang. Kubaca coretan tulisan tangan. Kecamuk beribu ‘rasa’ sesal, sedih, sedikit senyum, tidak menduga, saat kubaca ulang dua, tiga kali…
Apa isi tulisannya, apa hubungannya dengan ini semua, apakah mereka perlu tahu akan pertemuanku dengan Ita tadi malam di caffe hotel, masih berkecamuk dalam pikiranku?
* * *
Kubaca coretan tulisan tangan, kecamuk beribu ‘rasa’ sesal, sedih, saat kubaca ulang dua, tiga kali…, kuputuskan tidak akan menceritakan pertemuan malam itu, biar jadi kenanganku abadi bersama puisi ini akan kubingkai, kupasang di atas meja kerjaku.
___
Cinta Kasih Terpendam
Kelokan air jernih mengalir disela bebatuan, saat kemarau panjang. kuberdiri diatas bebatuan gunung yang keras, hanya lambaian tangan tak berarti mengantar kau pergi tanpa pesan.
Lihat
Capung gunung berwarna merah cerah beterbangan diantara sela ranting semak dan disela bebatuan sungai menukik kedalam jernihnya air, berobah merah. rasa hati hampa mengiring saat kau berjalan pergi semakin jauh, akankah kau kembali disaat di alir air jernih diantara ribuan capung merah berterbangan disela bebatuan dan ranting semak, mengikut alur sungai berkelok menuju hulu, hilang tak kembali…
akhirnya
Cinta kasih ini hanya kupendam dalam hati yang paling dalam, tertanam diantara rimbunan hijau dedaunan pohon hutan di kaki bukit gunung Slamet, tersiram dingin gemericik air gunung. tatapan matamu tertanam dibawah pohon kelapa didepan rumah, senyumu kutaruh dicermin kamarku. akankah cinta kasih ini akan terpendam, saat kau datang kembali?
.
Limpakuwus, September 2008
Untuk seseorang yang telah pergi jauh.
____
“Nak…hari ini genap seribu hari. Tadi pagi pasang batu nisan di kuburan, nanti malam sehabis badha Isya akan diadakan tahlilan” suara Pak Kades membuyarkan resapan makna puisi itu,
“Insya Allah nanti malam saya kesini lagi. Oh, ya, boleh tulisan ini saya simpan, Pak? Sekarang boleh saya menengok makamnya?” tanyaku.
“Silahkan Nak, ayoo…Bapak antar” Pak Kades sambil berdiri. Saat berjalan ke makam beliau bercerita tentang musibah yang menimpa anaknya.
.
”September 2008, Ita kuliah di Fakulas Hukum. Saat memasuki semestar lima dia aktif di kegiatan kemahasiswaan. Terkadang pulang malam bersama temannya. Waktu itu, sehabis Magrib ada temannya yang telpon memberitahukan bahwa salah satu mata kuliah, jamnya dimajukan pagi. Ada tugas kuliah yang harus di serahkan saat kuliah, jadi Ita pamit mencari bahan laporan tugas di Warnet di kota. Pamitnya pulang jam sembilan malam, tapi ternyata? Sampai pukul sepuluh malam, tidak ada kabar. Dihubungi melalui telponnya tidak diangkat. Teman-temannya juga tidak ada yang tahu. Ketika disusul ke kota dan mendatangi satu persatu warnet yang buka 24 jam, Ita tidak diketemukan. Pagi subuh Bapak lapor ke aparat Kepolisian, sampai siang hari tidak ditemukan keberadaanya.
Sore hari, seorang pencari rumput yang tengah melewati jembatan melaporkan menemukan mayat disela bebatuan besar. Di atasnya banyak sekali capung-capung gunung beterbangan. Bapak dan Ibu mendengar itu semua langsung tidak ingat apa-apa lagi, pingsan.”
“sudahlah Pak…sudah jangan diteruskan…” pintaku, melihat raut kesedihan yang sangat dalam diwajahnya.
“Oh, ya… Maaf yaa nak. Nak Ita sering bertanya tentang kamu sebelum musibah pada Bapak, dan setelah satu tahun selesai KKN ada beberapa temanmu datang silahturahim ke rumah, nak Ita juga menanyakan pada mereka kabarmu….nak?” sambil menepuk bahuku.
Cerita terhenti sesaat memasuki makam. Terlihat disitu batu nisan masih baru dan diatasnya betebaran aneka bunga dan ada boneka perempuan dan laki, simbol yang meninggal gadis dewasa.
Kutermenung mengirim doa. Kubuka hpku, kucari bacaan Yaa Siin, kuputar pelan dan ku ikuti dengan khusyu. Selesai, kuambil dalam saku, tulisannya kubaca pelan. Tiada terasa lelehan air mata semakin deras. Ada rasa sesal di dalam hati yang paling dalam. Ternyata selama ini Ita menunggu aku datang. Ah…bodohnya, aku tidak bisa membaca ‘rasa’ disetiap tatapannya, akan kasih sayang yang telah terpendam. Kau berjuang seorang diri berjihad memperjuangan harga diri dari kebiadaban tiga manusia bernafsu bejad. Dalam kesucian diri kau kembali pada pangkuan Illahi.
Saat aku pamit pulang, dengan wajah yang tegar Pak Kades berkata “Bapak bangga dengan nak Ita meninggal karena mempertahankan kesucian dan harga diri, nak Ita telah berjihad melawan walau nyawa taruhannya…” sambil menepuk-nepuk pundakku, aku hanya menganggukan kepala, tak terasa air mataku menetes kembali.
.
Penutup, cuplikan berkas kronologi kejadian
Pelaku kejahatan tiga orang, salah satunya orang sekampung anak salah satu tokoh masyarakat yang disegani di desa tersebut yang pernah ditolak cintanya. Satu orang teman kuliahnya dan satu orang lagi anak preman tetangga desa. Mereka diam-diam menaruh hati. Motifnya ingin merusak masa depan Ita. Hasil outopsi, masih gadis ada bekas pukulan dari pelaku dan luka dikepala bekas benturan batu sungai. Lokasi kejadian duapuluh meter sebelum jembatan.
.
Korban ternyata sudah dikuntit sejak keluar rumah, disaat di warnet korban melihat salah pelaku dan mengabarkan via sms ke salah teman kuliahnya. Dari sini pihak aparat melacak keberadaan si pelaku. Berdasarkan pengakuan pelaku, korban disuruh berhenti sebelum memasuki jembatan. Waktu itu kurang lebih pukul sembilan malam, kawasan itu sepi sekali dan jarang terlewati kendaraan. Korban yang mengenal mereka, menurut tanpamenduga mereka akan berbuat jahat. Ternyata korban diseret ke dalam semak-semak. Korban melawan dan bisa lepas, lalu lari ke samping jembatan. Korban terpeleset dan jatuh menghantam batuan sungai yang kedalamannya hampir enam meter. Ia meninggal ditempat.
Gagal memperkosa akhirnya pelaku membawa kabur motor dan Hp. Dalam waktu dua kali duapuluh empat jam pelaku berhasil tertangkap tengah mabuk-mabukan di sebuah discoutiq. Salah satu pelaku terpaksa ditembak kakinya di dekat caffe dibawah pohon besar, karena berusaha melarikan diri. Satu pelaku dihukum delapan belas tahun, yang dua orang dua puluh tahun.
Purwokerto, September 2011.
-
Ilustrasi gambar dari
SINI
Contoh Lagu
Lagu Ungu Cinta Dalam Hati
mungkin ini memang jalan takdirku
mengagumi tanpa di cintai
tak mengapa bagiku asal kau pun bahagia
dengan hidupmu, dengan hidupmu
telah lama kupendam perasaan itu
menunggu hatimu menyambut diriku
tak mengapa bagiku cintaimu pun adalah
bahagia untukku, bahagia untukku
reff:
ku ingin kau tahu diriku di sini menanti dirimu
meski ku tunggu hingga ujung waktuku
dan berharap rasa ini kan abadi untuk selamanya
dan ijinkan aku memeluk dirimu kali ini saja
tuk ucapkan selamat tinggal untuk selamanya
dan biarkan rasa ini bahagia untuk sekejab saja
repeat reff
Sumber :
http://kumpulanfiksi.wordpress.com/2011/09/15/cinta-kasih-terpendam-cerpen-singgih-swasono/
http://liriklaguindonesia.net/ungu-cinta-dalam-hati.htm#ixzz1e1Bk8QTG